Lima Hari Sebelum Puasa

Monday 24 August 2009 07:13

Hari ini saya berhutang lagi pada diri sendiri. Sepertinya saya harus sedikit berkonsentrasi untuk melunasinya! Lama-kelamaan akan bertambah banyak dan tidak cukup waktu untuk menyelesaikannya. Masih dengan kenikmatan yang sama namun dengan sensasi yang berbeda. Roti tawar dengan susu kental manis cokelat, kopi hitam dan sebatang rokok menthol, adalah perasaan yang luar biasa. Hari ini ada obsesi lama yang tumbuh kembali. Obsesi untuk mencari kebaikan dengan memulai segalanya bersama mimpi-mimpi. Keputusan hari ini, sepertinya tidak terlalu memusingkan untuk saat ini. Akan tetapi jangan terlampau menjadi pikiran yang identik dengan penyakit. Walaupun terbangun dengan rasa penyesalan karena mematikan alaram tepat pukul lima pagi hari! Akan tetapi unsur ketidaksengajaan memang melekat disana. Satu kebaikan sudah saya hilangkan begitu saja hari ini. kebaikan untuk kebaikan diri saya sendiri. Setidaknya itulah yang saya rasakan karena telah melewatkan sholat subuh.
Kebiasaan begadang akhir-akhir ini, memang membuat sedikit perubahan pada siklus hidup. Kebiasaan lama yang datang kembali! Sebaiknya kedepan saya harus melakukan pencarian sejati tentang jatidiri kembali. Harus ada yang menjadi kebiasaan, yang berguna bagi orang lain. Bisa merupakan kebiasaan untuk terus berbuat baik dan menolong. Tidak mudah hidup di Jakarta dengan segala kebaikan, tapi sangat mudah jika ingin berbuat baik sambil hidup di Jakarta. Kota hyang padat dengan manusia dan polusi ini membuat otak orang kampung seperti saya, meradang! Suasana sumpek dan gerah adalah perasaan sehari-hari yang tersedia untuk menemani sarapan pagi. Sumpah serapah yang dulu pernah saya berikan pada kota ini, akhirnya menjadi kenyataan manis yang harus saya rasakan sendiri. Enam tahun yang lalu, ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanjung periuk serasa terulang kembali ketika pertengahan tahun lalu, saya harus mendarat di bandara internasional soekarno-hatta. Lagu siapa suruh datang Jakarta, menjadi lagu selamat datang walau tanpa alunan nyata di telinga.
Menjadi hal yang sederhana ketika saya memulai sebuah usaha tanpa modal sama sekali. Usaha untuk menjadi orang yang sedikit terpandang di kampung sendiri, ketika orang di kampung lain sudah menaruh sedikit respek pada saya. Itu memang menjadi obsesi tersendiri ketika saya memutuskan untuk meninggalkan makassar empat tahun yang lalu. Cita-cita harus sudah terpenuhi ketika menginjakkan kaki kembali di kota daeng. Hari ini harus segera diselesaikan, karena jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang kurang sepuluh. Waktunya mandi dan berdandan rapi. Ada hal baru stok lama yang menunggu di kantor. Seperti biasa, tidak ada yang istimewa dengan rutinitas orang kantoran di Jakarta, kepala-kepala yang dipenuhi obsesi urbanisme berulang setiap hari dan menjadi warna dominan pada hampir semua orang di kota ini. Caw!

0 comments:

Related Websites

Buy and sell Text Links
Fresh Blogger Templates